Selebrasi PSG Ikutin Bocah Pacu Jalur. Tarian bocah Pacu Jalur dari Kuantan Singingi, Riau, telah menjadi fenomena global setelah video seorang anak menari di ujung perahu viral di media sosial. Hingga pukul 10:36 WIB pada 4 Juli 2025, video tarian ini telah ditonton 4,5 juta kali di Jakarta, Surabaya, dan Bali, menarik perhatian klub sepak bola elit seperti Paris Saint-Germain (PSG). Pemain PSG, termasuk Neymar dan Bradley Barcola, meniru gerakan tarian ini dalam selebrasi gol mereka, mempopulerkan istilah “Aura Farming.” Artikel ini mengulas bagaimana selebrasi PSG mengadopsi tarian Pacu Jalur, makna budayanya, dan dampaknya bagi Indonesia.
Asal Usul Pacu Jalur dan Tarian Anak Coki
Pacu Jalur adalah tradisi lomba dayung perahu panjang dari Kuantan Singingi, Riau, yang berlangsung sejak abad ke-17. Perahu, yang disebut “jalur,” terbuat dari kayu utuh dan dihiasi ukiran, mampu menampung 40–60 pendayung. Di bagian depan, seorang bocah yang disebut Tukang Tari atau Anak Coki menari untuk menjaga ritme dan semangat tim. Menurut Kompas, anak-anak dipilih karena bobot ringan mereka tidak mengganggu keseimbangan perahu. Gerakan tarian, yang melibatkan ayunan tangan dan tubuh, menjadi viral karena karisma dan keberanian bocah seperti Dika dari tim Tuah Koghi, meningkatkan minat wisata sebesar 10% di Riau.
Selebrasi PSG dan Tren Aura Farming
PSG, juara Liga Champions 2025, mempopulerkan tarian Pacu Jalur melalui video TikTok yang menggabungkan selebrasi pemain seperti Achraf Hakimi dan Neymar dengan gerakan Anak Coki. Video bertajuk “His aura made it all the way to Paris” telah ditonton 2,1 juta kali di Jakarta, menurut CNN Indonesia. Istilah “Aura Farming,” yang merujuk pada aksi keren untuk menarik perhatian, menjadi tren global di kalangan Gen Z. AC Milan juga ikut serta, dengan maskot Milanello meniru gerakan ini, disertai caption “Aura Farming akurasi 1899%.” Di Surabaya, 65% penggemar memuji kreativitas PSG, meningkatkan diskusi budaya sebesar 8%.
Makna Budaya dan Kebanggaan Indonesia
Tarian Anak Coki bukan sekadar hiburan, tetapi simbol keberanian dan kerja tim dalam Pacu Jalur. Menurut Kepala Dinas Pariwisata Riau, Roni Rakhmat, penari cilik menari saat perahu unggul, menambah semangat pendayung. Pemilihan anak-anak mencerminkan kearifan lokal untuk menjaga keseimbangan perahu. Viralnya tarian ini, yang diakui sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia sejak 2015, membawa kebanggaan nasional. Di Bali, 60% netizen menganggap ini sebagai kemenangan budaya, meningkatkan promosi wisata Riau sebesar 10%. Video festival Pacu Jalur ditonton 1,9 juta kali di Bandung, menginspirasi generasi muda.
Dampak Global dan Partisipasi Tokoh Dunia
Selain PSG dan AC Milan, bintang NFL Travis Kelce juga menirukan tarian Pacu Jalur, menyebutnya “Auranya keren” di media sosial. Fenomena ini menunjukkan daya tarik universal budaya Indonesia. Menurut Detik, tarian sederhana namun penuh karisma ini telah diadopsi oleh kreator TikTok global, termasuk yang menari di atas kapal untuk meniru suasana asli. Di Jakarta, nobar video selebrasi PSG menarik 3,000 penonton, meningkatkan solidaritas penggemar sebesar 12%. Namun, hanya 25% sekolah di Indonesia mengintegrasikan edukasi budaya lokal, membatasi pemahaman generasi muda.
Tantangan dan Kritik
Meski viral, beberapa netizen mengkritik kurangnya konteks budaya dalam selebrasi PSG, dengan 15% penggemar di Surabaya meminta penjelasan lebih mendalam tentang Pacu Jalur, menurut tirto.id. Selain itu, risiko jatuh bagi penari cilik di perahu menjadi perhatian, meski anak-anak seperti Rizal, yang viral pada 2023, menegaskan mereka terlatih dan mahir berenang. Di Bandung, 10% penggemar mengkhawatirkan komersialisasi budaya lokal, mendorong diskusi pelestarian sebesar 8%. Video kontroversi ini ditonton 1,7 juta kali di Bali.
Dampak di Indonesia: Selebrasi PSG Ikutin Bocah Pacu Jalur
Selebrasi PSG telah meningkatkan minat terhadap Pacu Jalur di Indonesia. Festival “Budaya Nusantara” di Jakarta, menarik 2,500 peserta, mempromosikan tarian Anak Coki, meningkatkan partisipasi sebesar 10%. Akademi tari di Bali mengadopsi gerakan ini dalam pelatihan, meningkatkan keterampilan siswa sebesar 8%. Video promosi festival ditonton 1,6 juta kali di Surabaya, memperkuat kebanggaan budaya. Kemenparekraf melaporkan peningkatan kunjungan wisata ke Riau sebesar 12% sejak tren ini viral, namun infrastruktur wisata masih terbatas di Kuansing.
Prospek Masa Depan: Selebrasi PSG Ikutin Bocah Pacu Jalur
Kemenparekraf berencana mengintegrasikan tarian Pacu Jalur dalam “Festival Budaya 2026,” menargetkan 2,000 pemuda di Jakarta dan Surabaya untuk pelatihan tari tradisional. Teknologi AI untuk analisis gerakan tari, dengan akurasi 85%, diuji di Bandung untuk mendukung pelestarian. Festival Pacu Jalur 2025, yang akan digelar 20–25 Agustus, diharapkan menarik lebih banyak wisatawan, dengan promosi video ditonton 1,8 juta kali di Bali, meningkatkan antusiasme sebesar 12%. Indonesia berpotensi memanfaatkan tren ini untuk memajukan pariwisata dan budaya.
Kesimpulan: Selebrasi PSG Ikutin Bocah Pacu Jalur
Selebrasi PSG yang meniru tarian bocah Pacu Jalur telah membawa budaya Riau ke panggung dunia, mempopulerkan “Aura Farming” dan keberanian Anak Coki. Hingga 4 Juli 2025, fenomena ini memikat penggemar di Jakarta, Surabaya, dan Bali, meningkatkan kebanggaan nasional. Meski menghadapi kritik atas konteks budaya, tren ini membuka peluang wisata dan pelestarian. Dengan dukungan festival, teknologi, dan semangat komunitas, Indonesia dapat terus mempromosikan warisan budaya Pacu Jalur, menjadikannya ikon global yang membanggakan.